Kamis, 08 Oktober 2009

Dunia Perlu Pengganti Dolar AS

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menuturkan,mata uang global lain di luar dolar Amerika Serikat (AS) untuk menjaga keseimbangan nilai tukar perlu ada.
"Memang sekarang orang melihat diperlukan keseimbangan dengan mata uang global lainnya. Semua negara mengetahui bahwa penggunaan dolar AS sebagai mata uang global secara de facto tidak dengan pengukuhan," kata dia di Jakarta kemarin.

Menurut Sri Mulyani,sejumlah negara seperti China, Jepang, dan Arab yang melakukan cukup banyak ekspor bahkan telah mulai mencari mata uang alternatif.Namun, bersamaan dengan itu,ketika nilai tukar mata uang Jepang,yen, mengalami penguatan terhadap dolar AS dengan tingkat seperti saat ini, disadari pula oleh Pemerintah Jepang bahwa mata uang dolar tetap diperlukan dalam konstelasi perdagangan maupun investasi global.

"Jadi memang proses penciptaan mata uang global baru ini memerlukan proses,"tuturnya. Di Indonesia, sambung Menkeu, juga telah dimulai upaya penggunaan mata uang alternatif, khususnya di kawasan Asia.Hal ini diupayakan melalui bilateral swap arrangement dengan Jepang dan China.

Lewat perjanjian ini, Indonesia tidak perlu membeli dolar AS ketika berdagang dengan Jepang dan China. Transaksi dilakukan memakai mata uang Jepang atau China sehingga tekanan dolar AS terhadap rupiah bisa dikurangi. Upaya sejumlah negara mencari mata uang global sebagai alternatif dolar AS dinilai sebagai salah satu penyebab utama melemahnya mata uang Negara Paman Sam tersebut secara global.

Kendati demikian, pengamat pasar valas Farial Anwar menilai, upaya membentuk mata uang global di luar dolar AS juga tidak akan mudah. Karena itu,menurut dia, peran dolar AS masih akan tetap cukup dominan. Dia mencontohkan di Indonesia,kebanyakan pengusaha hanya akrab dengan rupiah dan dolar sebagai alat transaksinya.

"Sekalipun mereka berdagang dengan Eropa, belum tentu pengusaha mau menerima pembayaran dengan mata uang bukan dolar AS,"katanya. Pada perdagangan kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali menguat menjadi Rp9.420, dari posisi sebelumnya Rp9.440 per dolar AS.

Di pasar Asia, dolar AS masih bergerak variatif setelah dua hari lalu terpuruk seiring munculnya wacana penggantian dolar AS oleh negaranegara Arab untuk perdagangan minyaknya. Menurut ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan bertahan sampai tahun depan. "Rupiah saat ini anteng di posisi Rp9.000-9.500 terhadap dolar AS. Kita masuk ke zona itu," katanya.

Pengusaha Khawatir

Di lain sisi, menguatnya rupiah telah memicu kekhawatiran para pengusaha mebel dan kerajinan Indonesia. "Dengan cepatnya penguatan rupiah ini, daya beli eksportir juga tentunya terpengaruh, artinya hal ini akan mengganggu kinerja ekspor kita," kata Ketua Umum Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono di Jakarta kemarin Bagi pengusaha mebel dan kerajinan, kata dia, idealnya nilai tukar rupiah bertengger pada kisaran di atas Rp10.000.

"Tapi yang jelas, ekspor harus lebih tinggi dari impor sehingga perkiraan saya rupiah di level di bawah Rp10.000 sangat berbahaya," ungkapnya Ambar berharap pemerintah ikut turun tangan menstabilkan nilai tukar rupiah."Dengan begitu, kita akan menuju situasi yang lebih sehat karena kalau rupiah mencapai titik Rp9.000 per dolar AS, berarti kita rugi.

Jadi jangan disangka dengan menguatnya rupiah ini kita untung semua, banyak investor kita yang rugi. Saya harapkan sampai bulan depan, rupiah kembali ke level Rp10.500 per dolar AS.Itu win-win solutionuntuk ekspor,"cetusnya.

0 komentar:

Caution : Wajib diklik

Followers

Caution : Wajib diklik