JAKARTA - Sepinya sentimen dalam negeri membuat rupiah limbung. Seakan tidak memiliki energi, rupiah masih saja layu. Energi utama bertahannya rupiah dari kuatnya permintaan dolar Amerika yakni, penjagaan Bank Indonesia (BI). Amunisi berupa cadangan devisa dijadikan benteng pengamanan nilai tukar Tanah Air.
Pengamat pasar uang Farial Anwar menilai, pergerakan rupiah pada pagi ini masih akan tertekan. Seiring belum adanya, perbaikan dari ekonomi global. Bahkan, beberapa pekan terakhir ini, tren rupiah sudah menembus Rp12.000 per USD.
Dia memprediksikan, pembukaan pagi ini, rupiah berada di level Rp11.800-12.100 per USD. "Batas bawah rupiah, akan berada di kisaran Rp11.700 dan per USD. Tidak akan mampu berada di bawah Rp11.000. Secara berlahan tapi pasti pergerseran rupiah selalu berada di kisaran 100 poin," ungkapnya.
Dia menambahkan, Kedatangan Menteri Luar Negeri AS Hilary Clinton, tidak akan memberikan sentiment positif bagi dolar Amerika maupun rupiah. Sekalipun ada hal tersebut hanya basa-basi saja.
Rupiah pada perdagangan Rabu 18 Februari kemarin, sempat menyentuh level Rp11.975-12.075 per USD dan ditutup sama seperti perdagangan Selasa 17 Februari kemarin di level Rp12.050 per USD.
Menurut Direktur Penelitian dan Pengawasan Perbankan BI Halim Alamsyah faktor melemahnya nilai tukar rupiah terjadi karena perburuan obligasi korporat Amerika.
"Ini bisa dilihat dari permintaan bond yang lebih tinggi dari permintaan T Bills Amerika," ujarnya, di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, kemarin.
Kamis, 19 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar