JAKARTA - Pemerintah Indonesia diminta menghindari kebijakan reaktif dalam mengatasi imbas gejolak ekonomi global agar bisa melewati fase krisis.

Profesor ekonomi di Johns Hopkins University Amerika Serikat (AS) Steve H Hanke mengatakan, Indonesia tidak bisa terhindar dari imbas gejolak krisis perekonomian global yang muncul akibat krisis finansial AS.Menurutnya,pemulihan ekonomi di AS akan sangat menentukan pemulihan ekonomi di Indonesia.

"Pemulihan ekonomi sangat tergantung pada kebijakan ekonomi di negara itu (AS). Untuk itu, Indonesia harus menunggu dan tidak melakukan hal yang berlebihan," kata Hanke dalam kuliah umum bertajuk ?The International Financial Crisis of 2008-2009' di Jakarta, Rabu (18/2/2008) kemarin.

Menurut Hanke, kebijakan AS untuk menyelesaikan krisis ekonomi dalam waktu cepat menjadi poin penting dan layak dipelajari Pemerintah Indonesia dalam mengatasi krisis. Salah satu di antaranya kebijakan stimulus fiskal melalui pemotongan pajak dan ekspansi belanja fiskal untuk mendorong aktivitas ekonomi.

Menurut analisis Hanke, terdapat dua skenario ekonomi yang bisa terjadi di Indonesia menyusul imbas gejolak krisis ekonomi global saat ini. Pertama, terjadinya deflasi, yaitu harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang meningkat.
Kedua, berkembangnya kondisireinflasikarenakebijakan The Fed menurunkan suku bunga secara terus-menerus sehingga mendorong ketidakstabilan rupiah.

Penasihat ekonomi mantan Presiden Soeharto di masa-masa akhir pemerintahannya pada 1998 ini mengatakan, tampaknya Indonesia lebih berpeluang mengalami skenario ekonomi kedua.Khusus untuk mengatasi skenario kedua, Hanke merekomendasikan pemerintah dan otoritas moneter (Bank Indonesia) mengoptimalkan instrumen kebijakan moneter. Hanke memperkirakan, gejolak perekonomian global bakal berlangsung selama 16 bulan sejak Desember 2007.

Setelah masa itu,ekonomi diperkirakan pulih yang ditandai dengan kenaikan hargaharga produksi komoditas industri. "Resesi di masa modern tidak pernah berlangsung lama. Paling lama 16 bulan. Saat ini kita sedang memasuki bulan ke-14.Jadi mungkin resesi sekarang akan memecahkan rekor.Tapi,di pertengahan tahun, kita akan mulai pulih dan bertumbuh walau tidak secepat dulu," ungkapnya.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Sestama Bappenas Syahrial Loetan mengatakan, pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk tidak menempuh kebijakan reaktif dalam mengatasi imbas gejolak perekonomian global saat ini.

"Kalau kita membaca,istilahnya tanda-tanda zaman, kita pantas khawatir. Tapi tidak boleh terlalu panik, itu harus. Kita harus menciptakan optimisme dalam melewatkan krisis,bukan pesimisme," tandasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia MS Hidayat mengatakan, situasi makro ekonomi yang stabil merupakan syarat untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif.

"Kami mengharapkan pemerintah menjaga stabilitas makro untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, kepastian, dan kepercayaan dunia usaha," paparnya.

0 komentar:

Caution : Wajib diklik

Followers

Caution : Wajib diklik