JAKARTA - Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) harus memberikan stimulus untuk membantu penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Hingga akhir pekan lalu, rupiah sudah terdepresiasi sedalam 38,45 persen sedikit lebih baik dari valuta won (KorSel), yang sudah mengalami depresiasi sampai 59,51 persen. Tidak semestinya otoritas moneter dan fiskal membiarkan rupiah begitu lama berada dalam tekanan sangat berat," jelas Ketua Komite Tetap Moneter dan Fiskal Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bambang Soesatyo, saat dikonfirmasi, di Jakarta, Minggu (30/11/2008).

Menurut Bambang, secara psikologis pelemahan rupiah yang berkelanjutan membuat masyarakat resah dan ragu untuk berbisnis bahkan mencerminkan suasana yang tidak kondusif. Atas dasar itu, Kadin mendesak BI dan pemerintah berupaya keras untuk mengentikan pelemahan rupiah melalui stimulus fiskal maupun moneter.

Stimulus moneter lanjut Bambang adalah penurunan suku bunga acuan BI Rate menjadi 8,5 persen. Kebijakan ini memberi dampak psikologis positif dan disertai dengan penurunan bunga kredit sehingga kredit yang diserap oleh sektor riil maupun pengusaha bisa lebih besar. Sedangkan stimulus fiskal adalah pengusaha mendapat keringanan untuk menunda pembayaran pajaknya.

"Membangkitkan kepercayaan dan keyakinan masyarakat juga penting untuk mengambil inisiatif usaha atau bisnis. Proses pelemahan rupiah yang berkelanjutan saat ini, membuat banyak orang mengambil posisi wait and see," paparnya.

Bambang menambahkan, dalam menawarkan penjaminan dana nasabah secara penuh (blanket guarantee) menjadi alternatif untuk mengembalikan valas dari tangan masyarakat ke sistem perbankan. Selain itu mencegah larinya dana deposan (capital flight) ke luar negeri.

0 komentar:

Caution : Wajib diklik

Followers

Caution : Wajib diklik