Senin, 01 Desember 2008

Industri Strategis Indonesia

JIKA kita melakukan penerbangan jarak pendek dari Boston ke New York atau New York ke Washington DC dan kemudian terus lagi ke Miami, sangat boleh jadi pesawat yang kita tumpangi adalah jet menengah dengan jumlah penumpang sekitar 50 orang.

Pesawat yang sangat populer sebagai ?shuttle? antarkota tersebut adalah pesawat Embraer Regional Jet (ERJ) buatan Brasil. Pesawat ini menggantikan pesawat Boeing yang lebih besar sehingga lebih boros bahan bakar.Bahkan pada suatu masa,pesawat ulang-alik tersebut menggunakan Boeing 727 yang bermesin tiga sehingga penggunaan bahan bakarnya menjadi lebih besar lagi.

Embraer Jet memang pada akhirnya merupakan suatu fenomena tersendiri. Pesawat yang dibuat negara berkembang pada akhirnya mampu menembus pasar yang memiliki persaingan sedemikian kuat antara Amerika Serikat dan Eropa.

Suatu hal yang menjadi kuncinya adalah spesifikasi pesawat tersebut yang sangat cocok dengan kebutuhan ?shuttle flight?yang frekuensinya demikian tinggi,sehingga sering kali terlalu kecil jumlah penumpangnya jika ditempatkan pada pesawat yang lebih besar. Namun, kesimpulan yang pasti adalah bahwa hasil industri dari suatu negara berkembang pada akhirnya memperoleh pengakuan dari dunia internasional.

Kapal Induk Helikopter

Hari Jumat pekan yang lalu, saya menyaksikan sebuah kapal induk helikopter. Kapal induk helikopter tersebut memiliki kapasitas helipad sebanyak enam helikopter. Namun, di dalam perutnya mampu untuk menyimpan 10 buah helikopter lagi, sehingga jumlah 16 helikopter yang mampu dibawanya merupakan suatu kekuatan yang tidak kecil bagi sebuah armada.

Kapal tersebut memang baru sebuah model yang dikembangkan PT PAL Surabaya.Namun, perusahaan tersebut demikian percaya diri mampu membangun kapal semacam itu.Kemampuan tersebut terbangun oleh keberhasilan PT PAL dalam memenuhi permintaan pembangunan kapal besar ukuran 50.000 ton yang dipesan berbagai perusahaan pelayaran internasional.

Tahun ini,dua kapal ukuran 50.000 ton tersebut telah diluncurkan, yaitu pada Februari 2008 dengan nama MV Serpentina, sedangkan pada Agustus yang lalu, kapal kedua juga diluncurkan dengan nama MV Saturnus.Kedua kapal tersebut adalah pesanan perusahaan pelayaran Space Shipping Limited dari Turki dan merupakan bagian dari tiga kapal yang mereka pesan.

Sebelum peluncuran untuk perusahaan Turki tersebut, sebuah perusahaan pelayaran Jerman juga memesan kapal dengan ukuran yang sama dan sudah berhasil diluncurkan. Kemampuan PT PAL dalam membangun kapal dengan bobot mati 50.000 ton tersebut merupakan hasil dari evolusi pengembangan kemampuan yang semula dilakukan melalui program Caraka Jaya.

Pembangunan kapal di zaman Habibie dengan tonase yang sangat kecil tersebut, ternyata merupakan landasan berpijak yang semakin lama semakin kuat. Dalam beberapa waktu terakhir, PT PAL mampu memenuhi beberapa permintaan dari perusahaan pelayaran dunia dari Jerman, Hong Kong, Italia, Turki, dan Portugal untuk pesanan kapal berbagai jenis dengan ukuran yang bervariasi pula.

Meski demikian, kapal berbobot mati sebesar 50.000 ton tersebut adalah yang terbesar yang mampu dibangun PT PAL dewasa ini,dan di dunia pelayaran populer disebut Star 50. (Saya justru agak heran tidak banyak perusahaan pelayaran Indonesia, kecuali PT Pelni yang memesan kapal penumpang untuk 500 orang, yang memesan kapal buatan dalam negeri tersebut).

Rasanya tinggal menunggu waktu bagi PT PAL untuk lebih dikenal dunia pelayaran internasional sehingga dapat menembus pasar yang lebih luas lagi. Dalam upaya promosi tersebut,pada akhirnya memang diperlukan suatu terobosan penting yang mampu menjadi trigger bagi mencuatnya nama sebagaimana beberapa perusahaan pembuat kapal Korea yang namanya sangat dikenal di dunia.

Selain terus memasarkan dan mengembangkan produk yang memang sudah teruji, yaitu kapal sekelas Star 50, PT PAL mungkin perlu membangun kerja sama yang lebih luas untuk pengembangan kapal dengan kelas yang lebih besar ataupun juga meneruskan? mimpi? membuat kapal induk helikopter tersebut.

Membangun Kemampuan Industri Strategis

Kemampuan industri strategis Indonesia tampaknya semakin berkembang tanpa kita sadari. Dalam pameran Indo Defence 2008 yang lalu, kemampuan PT Pindad akhirnya menjadi diketahui semakin banyak orang. Saya yang awam dengan lika-liku persenjataan, mampu mengagumi panser maupun armored personnel carrier (APC) yang dibuat perusahaan tersebut.

Produk pesanan dari Departemen Pertahanan Indonesia tersebut memiliki desain dan kekuatan yang patut dibanggakan, yang dikatakan tidak kalah dibandingkan dengan panser VAB buatan Prancis. Kenangan masa kecil yang dengan bangga menyaksikan tank-tank yang dimiliki ABRI kembali lagi muncul menyaksikan panser dengan senjata kanon yang mampu dibangun industri kita sendiri.

Kemampuan tersebut merupakan ekspansi dari kemampuan pengembangan senjata seperti senapan serbu (SS2) yang menjadi senjata organik angkatan bersenjata kita. Senapan yang mampu memenangkan banyak pertandingan menembak tersebut tidaklah perlu minder menghadapi M-16 ataupun AK-47 yang sudah sangat dikenal oleh dunia kemiliteran dunia.

Sebagaimana pesawat ERJ yang tidak minder berhadapan dengan pesawat Boeing ataupun Airbus, maka PT Pindad perlu terus membangun keahlian di bidang persenjataan tersebut untuk semakin memperkuat pasukan kita.

Departemen Pertahanan juga perlu terus mendukung berkembangnya industri tersebut dengan berbagai pesanan yang memungkinkan mereka berkembang, baik hasil rekayasa sendiri maupun juga dengan lisensi asing. Menyaksikan Indo Defence 2008 tersebut,semakin menguatkan keyakinan kita bahwa di segala matra, darat, laut dan udara, Indonesia ternyata memiliki kemampuan industri yang sungguh tidak main-main.

Bahkan dibandingkan dengan negara di wilayah ini, kemampuan tersebut rasanya akan semakin menonjol jika memperoleh dukungan yang lebih besar, baik dari sisi keuangan tetapi terlebih lagi dari sisi ?pengakuan? (recognition). Masa krisis yang dialami saat ini mungkin memberikan masalah bagi beberapa industri strategis, misalnya dari sisi pricing yang terpengaruh oleh naik-turunnya harga-harga bahan baku yang luar biasa.

Secara finansial, hal tersebut jelas menimbulkan permasalahan tersendiri. Meski demikian, krisis ini mungkin justru bisa juga memberikan peluang bagi Departemen Pertahanan serta industri strategisnya untuk lebih mengembangkan diri.

Upaya untuk melakukan penguatan ekonomi domestik bisa juga diartikan secara lebih sempit di sektor ini dengan lebih banyak memberikan kesempatan kerja pada industri strategis kita dengan pesanan-pesanan yang lebih banyak dan beragam sehingga memungkinkan industri strategis kita berkembang lebih cepat lagi.

Dalam meneliti kinerja industri strategis tersebut, kemampuan teknologi yang telah berhasil dibangun, mudah-mudahan menjadi timbangan yang lebih berat dibandingkan dengan kekurangan di bidang lainnya.

0 komentar:

Caution : Wajib diklik

Followers

Caution : Wajib diklik